Kenapa kita membenci sinetron? Banyak sekali alasan yang
melatarbelakangi alasan kita untuk membenci tayangan sampah yang biasa beredar
setiap malam hari mulai dari jam 7 sampai jam 10-an itu. Pertama, jalan
ceritanya yang berbelit-belit, bahkan sangat dibuat-dibuat malah. Makanya, tak
heran ada satu sinetron yang bertahan sampai ratusan episode. Contoh cerita
yang berbelit-belit, ada si A yang menabrak lari si B dengan mobil, lalu si A
memapah si B menuju rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, si A bertemu
dengan suster yang ternyata temannya si B. Dan, si suster mengira si A sebagai
pacarnya. Segera, si suster mengatur semuanya untuk menggagalkan usaha si A
menolong si B. Ujung-ujungnya, si A dan si B tewas akibat ulah si suster yang
membakar rumah sakitnya karena cemburu. Yang gitu-gitu lah.
Lalu, kedua. Peran antagonis dan protagonis yang nggak
pernah imbang. Yang antagonis, jahatnya jahat mampus, sementara yang
protagonis, baiknya nggak ketulungan. Dan, sudah bisa ditebak, sepanjang
cerita, yang antagonis terus menerus menginjak-nginjak dan menelanjangi
kehormatan si protagonis dengan menjijikkannya. Ini mau nonton sinetron atau
marathon palama-lama nahan air mata?
Ketiga, judul sinetron terkadang absurd, tak masuk di akal.
Ada sinetron favorit sejuta umat, namanya “Putri yang tertukar”, yang
dibintangi Nikita Willy. Sumpah, tak ada lagi yang lebih absurd daripada ini.
Putri yang tertukar? Itu terdengar semacam cerita anak yang lahir di luar
nikah, lalu dijual ke tukang beras untuk menyambung hidup mereka, oleh orang
tuanya yang tidak bertanggung jawab itu. Mungkin, kalo gitu ceritanya, judul
sinetronnya jadi “Putri yang tertukar dengan beras 10 kg.” kali ya. Absurd
abis. Lalu, ada lagi judul sinetron baru-baru ini yang namanya “Tukang bubur
naik haji.” Bukan apa-apa. Kalo tukang buburnya udah naik haji, terus apa lagi
ceritanya? Apakah si tukang bubur akan bersekongkol dengan si Emak di film “Emak mau naik haji” untuk membuat
episode duanya, “ Haji Emak dan tukang bubur lagi-lagi naik haji”? Dan episode
ketiganya, “Haji Emak dan tukang bubur kuadrat kapok naik hajI!” Entahlah,
semuanya masih menjadi rahasia.
Dan yang terakhir, sinetron itu, kenapa image suatu profesi
yang seharusnya bagus, malah jadi jelek di sinetron? Contoh, di sinetron
(lagi-lagi) tukang bubur naik haji. Disitu ada peran Haji Muhyiddin yang
dikisahkan arogan, impulsif, gampang marah, cemburuan, suka pamer, dan sederet
perilaku negatif lainnya. Padahal image seorang yang sudah berhaji itu
seharusnya tidak demikian. Apa mungkin, itulah cermin dari kehidupan sosial
kita di masa mendatang? Dimana semua hal menjadi jungkir balik? Dunia masa
depan yang kita ciptakan sendiri, ironisnya dari dunia sinetron?
You're completely ashamed, b*tch.
0 komentar:
Post a Comment