Ini adalah sebuah resensi sekaligus panduan singkat untuk menyukai sebuah band hard rock bernama Ghost.
Teman-teman semua pasti ingat titik dimana kita pertama kali bersentuhan dengan musik yang keras, yang penuh teriakan membara, yang sebelumnya belum pernah kita dengarkan. Ada yang mendengarkan lewat kaset kakaknya, ada yang dari hasil tukaran koleksi MP3 dengan teman. Bandnya pun bermacam-macam. Ada yang jatuh cinta pada Slipknot karena kakaknya sering memutar di rumah seperti saya. Ada pula demam Avenged Sevenfold pertengahan 2000-an di lingkup bocah warnet.
Ghost sebagai pendatang baru dengan wajah kult satanis yang mungkin sulit diterima banyak orang. Perjalanan Ghost dalam era rock n roll ini tak bisa dilepaskan dari sejarah panjang perjalanan musik rock yang tercampur isu miring tentang kuasa gelap, terhitung dari rilisan terlegendaris Sgt Pepper Lonely Clubnya The Beatles, Rolling Stones, Led Zeppelin, sampai Ghost, lebih lengkapnya bisa dibaca di sini.
Kedatangan Ghost ini pada awalnya mirip seperti band band terdahulu yang banyak memakai gimmick(atau beneran?) satanis dan wajah anti agama seperti Judas Priest atau Iron Maiden. Namun dua album belakangan Ghost memiliki tendensi kuat untuk menggapai pendengar yang lebih luas. Tidak terpaku pada masyarakat cult yang itu itu saja. Beberapa langkah yang diambil Ghost di album terakhirnya yaitu Prequelle yaitu mengganti frontman sekaligus memutus trah Papa Emeritus menjadi seseorang pengabdi setan yang lebih energik dan luwes dalam bentuk Cardinal Copia alias Cardi C. Selain itu, warna musik Ghost juga semakin bergeser menjadi radio-friendly dan kadar pemujaan setan yang makin berkurang. Bahkan single kedua dari Prequelle yaitu Dance Macabre merupakan lagu cinta-cintaan, yang akui saja cukup cheesy untuk ukuran Ghost. Apakah itu buruk? Tidak juga. Perubahan yang dialami Ghost sama saja seperti musisi pada umumnya.
Namun perubahan yang dialami Ghost ini perlu diperhatikan lebih jauh, terutama di beberapa sesi interview yang dijalani Tobias Forge. Tobias menyebutkan bahwa memang tujuannya lah untuk membawa Ghost lebih dikenal luas dan mendapat wider listener. Salah satu caranya, mengurangi kadar cult yang selama ini melekat pada nama Ghost, yang sangat terlihat pada album terbarunya, Prequelle. Tentu saja fans Ghost dari awal masih teringat ketika masih di tur dunia Cirice, Papa pernah bilang bahwa album selanjutnya (yaitu Prequelle sekarang ini) akan menjadi album yang paling kelam dan gelap dari seluruh album Ghost. Ya, kali ini tema besarnya tentang black plague, wabah hitam di Eropa di abad pertengahan. Meskipun masih seputaran kematian, banyak yang bilang Ghost sudah tidak se-dark dahulu. Warna sound yang dibawakan juga tidak sekelam dahulu ketika organ gereja dan bebunyian creepy lain menjadi bagian dominan dari musik Ghost.
Dengan gimmick baru, Cardinal Copia seakan ingin menunjukkan bahwa Ghost mampu melampaui segala batas dan rintangan, dan konsistensi keinginan untuk menjadi lebih besar lagi. Cardinal Copia kini digambarkan sebagai junior dari Papa Nihil, yaitu Papa segala Papa, yang ditugaskan meneruskan tongkat estafet dari Papa Emeritus III yang nyentrik itu. Cardinal Copia yang sekarang ini adalah Papa Emeritus III dalam versi yang lebih flamboyan lagi; dia digambarkan jago berdansa dalam video klip terbaru ‘Rats’. Di video itu Copia lebih mirip penari balet profesional dibanding seorang vokalis band satanis. Meskipun beberapa kritik datang menerpa, mereka tetap memilih jalannya sendiri, menjadi besar dan terus mekar.
Lalu bagaimana dengan Prequelle sendiri? Menurut hemat saya, Prequelle ini adalah tipe album yang harus didengarkan secara utuh, sama seperti ketiga album Ghost sebelumnya. Tiap album punya satu tema besar tersendiri, walaupun tidak bisa disebut album konsep. Seperti biasa, Prequelle dibuka oleh nomor instrumental dihiasi oleh bebunyian mencekam disertai nyanyian lirih beberapa anak, sebelum dihajar oleh Rats, Faith, See the Light, dan seterusnya. Nomor yang menjadi pembeda adalah Pro Memoria serta nomor penutup Life Eternal yang terlampau indah untuk dijabarkan dalam kata-kata di tulisan ini. Sebuah jaminan mutu 100 persen langsung suka, terutama jika anda sebelumnya punya basic suka musik hardrock.
Apakah penjabaran saya cukup untuk menjadi panduan teman-teman menyukai Ghost? Namun balik lagi ke hakikatnya musik yang mirip seperti agama, musik merupakan hak milik ranah privat. Terserah mau suka musik yang mana, genre yang mana, asalkan tidak mengusik kebahagiaan orang lain dengan menjadi bigot atau snob, ya silakan saja.
0 komentar:
Post a Comment